Mengatasi Rasa Kecewa
Let overcome from dissapointment. Mari kita atasi perasaan kecewa.
Rasa kecewa itu menjadi bagian yang pasti selalu ada dalam kehidupan. Kita bisa kecewa kepada orang tua, orang tua kecewa kepada anak, masyarakat kecewa kepada pemerintah, karyawan kecewa kepada bos, istri kecewa kepada suami, kecewa kepada sahabat, kecewa kepada teman, kecewa kepada pacar, bahkan manusia juga bisa kecewa kepada Tuhan. Wah gawat ini :D.
Rasa kecewa itu sangat mudah mampir dalam kehidupan kita, tanpa memandang jenis manusianya, baik anak-anak, dewasa, tua, muda, kaya, miskin, berpendidikan, pejabat dan kepada siapapun. Rasa kecewa itu merupakan kondisi dimana harapan kita bertolak belakang dengan kenyataan. Harapan itu sendiri merupakan satu-satunya motivasi akhir kita untuk bersemangat menjalani kehidupan. Bila sering kecewa maka implikasinya kita kehilangan semangat untuk berinteraksi dengan orang lain, siapapun dia. Keadaan bertolak belakang antara harapan dan kenyataan ini sangat mudah ditemukan dalam setiap hubungan yang ada. Orang bisa bertengkar, putus dari pacar, demo kepada pemerintah atau malas ke Gereja merupakan fenomena dari rasa kecewa.
Haruskah kita terlarut dengan kondisi kecewa tersebut?Harusnya tidak. Kecewa itu merupakan buah dari aktivitas kita.
Bila kita berani berharap, kita harus siap menghadapi kenyataan.
Bila kita ingin berhasil, jangan pernah takut untuk gagal. Gagal itu bersifat sementara bila kita berani bangkit dari kegagalan tadi.
Bila kita memiliki ambisi dengan nafsu yang berapi-api kita harus bisa menguasai nafsu tersebut bila bertolak belakang dengan keinginan tersebut. Kita harus mampu mengendalikan diri terhadap nafsu yang berlebihan agar tidak masuk dalam rasa kecewa yang mendalam.
Dalam hidup sangat banyak ditemui kompetisi, apakah itu mencari pekerjaan, mencari pasahang hidup dan lain-lain. Kalah dan menang bukan merupakan tujuan akhir. Tapi bagaimana kita memahami esensi dari kompetisi tersebut. Bila perjuangan untuk bekerja di perusahaan favoritmu belum tercapai, maka jangan larut dalam kesedihan dan kecewa.
Manusia hidup ditengah-tengah manusia lainnya. Kita senang bila bisa diterima di komunitas tertentu. Suatu saat kita juga harus siap dan jangan kecewa bila suatu saat ditolak dari kelompok kita. Ini hal yang lumayan sering saya alami.
Rasa kecewa itu merupakan bagian dalam hidup. Manusia tidak akan kebal terhadap rasa kecewa bila memiliki jam terbang yang tinggi dalam menghadapi masalah. Hingga akhir hayat rasa kecewa itu tetap menjadi teman setia manusia. Hanya sifatnya sinusoidal, kadang muncul ke permukaan yang membuat kita sedih, kadang bisa menjadi sebuah tekat baru dalam hati untuk membuat kita bangkit kembali.
Rasa kecewa itu bersifat asumtif, subjektif dan multitafsir yang berasal dari dalam hati manusia. Jadi beda manusia maka beda menafsirkan rasa kecewa tersebut. Rasa kecewa itu irasional. Kecewa bisa dipicu karena perasaan - perasaan bahwa kita merasa berhak atas segala sesuatu, kita merasa sudah benar dari sebuah hal yang semestinya dan kita merasa dikhianati oleh sang pacar misalanya :P.
Perasaan kecewa harus dikelola dengan baik sehingga menjadi pijakan motivasi baru bagi kita untuk harapan yang baru. Kuncinya adalah pada penguasaan diri untuk berpikir positif, kontributif dan produktif. Kegagalan yang menimbulkan rasa kecewa bukanlah akhir dari segalanya, tapi jadikan sebagai awal yang baru untuk melangkah menuju kesuksesan.
Rasa kecewa itu menjadi bagian yang pasti selalu ada dalam kehidupan. Kita bisa kecewa kepada orang tua, orang tua kecewa kepada anak, masyarakat kecewa kepada pemerintah, karyawan kecewa kepada bos, istri kecewa kepada suami, kecewa kepada sahabat, kecewa kepada teman, kecewa kepada pacar, bahkan manusia juga bisa kecewa kepada Tuhan. Wah gawat ini :D.
Rasa kecewa itu sangat mudah mampir dalam kehidupan kita, tanpa memandang jenis manusianya, baik anak-anak, dewasa, tua, muda, kaya, miskin, berpendidikan, pejabat dan kepada siapapun. Rasa kecewa itu merupakan kondisi dimana harapan kita bertolak belakang dengan kenyataan. Harapan itu sendiri merupakan satu-satunya motivasi akhir kita untuk bersemangat menjalani kehidupan. Bila sering kecewa maka implikasinya kita kehilangan semangat untuk berinteraksi dengan orang lain, siapapun dia. Keadaan bertolak belakang antara harapan dan kenyataan ini sangat mudah ditemukan dalam setiap hubungan yang ada. Orang bisa bertengkar, putus dari pacar, demo kepada pemerintah atau malas ke Gereja merupakan fenomena dari rasa kecewa.
Haruskah kita terlarut dengan kondisi kecewa tersebut?Harusnya tidak. Kecewa itu merupakan buah dari aktivitas kita.
Bila kita berani berharap, kita harus siap menghadapi kenyataan.
Bila kita ingin berhasil, jangan pernah takut untuk gagal. Gagal itu bersifat sementara bila kita berani bangkit dari kegagalan tadi.
Bila kita memiliki ambisi dengan nafsu yang berapi-api kita harus bisa menguasai nafsu tersebut bila bertolak belakang dengan keinginan tersebut. Kita harus mampu mengendalikan diri terhadap nafsu yang berlebihan agar tidak masuk dalam rasa kecewa yang mendalam.
Dalam hidup sangat banyak ditemui kompetisi, apakah itu mencari pekerjaan, mencari pasahang hidup dan lain-lain. Kalah dan menang bukan merupakan tujuan akhir. Tapi bagaimana kita memahami esensi dari kompetisi tersebut. Bila perjuangan untuk bekerja di perusahaan favoritmu belum tercapai, maka jangan larut dalam kesedihan dan kecewa.
Manusia hidup ditengah-tengah manusia lainnya. Kita senang bila bisa diterima di komunitas tertentu. Suatu saat kita juga harus siap dan jangan kecewa bila suatu saat ditolak dari kelompok kita. Ini hal yang lumayan sering saya alami.
Rasa kecewa itu merupakan bagian dalam hidup. Manusia tidak akan kebal terhadap rasa kecewa bila memiliki jam terbang yang tinggi dalam menghadapi masalah. Hingga akhir hayat rasa kecewa itu tetap menjadi teman setia manusia. Hanya sifatnya sinusoidal, kadang muncul ke permukaan yang membuat kita sedih, kadang bisa menjadi sebuah tekat baru dalam hati untuk membuat kita bangkit kembali.
Rasa kecewa itu bersifat asumtif, subjektif dan multitafsir yang berasal dari dalam hati manusia. Jadi beda manusia maka beda menafsirkan rasa kecewa tersebut. Rasa kecewa itu irasional. Kecewa bisa dipicu karena perasaan - perasaan bahwa kita merasa berhak atas segala sesuatu, kita merasa sudah benar dari sebuah hal yang semestinya dan kita merasa dikhianati oleh sang pacar misalanya :P.
Ada tiga hal untuk mengatasi rasa kecewa ini yaitu berpikir positif, kontributif dan produktif.
Anggap saja orang berlaku melenceng dari perbuatannya yang biasa, kita coba mengerti dan berpikir positif akan tindakan orang tersebut yang mungkin juga sedang dilanda sebuah masalah. Meskipun akibat tindakan orang tersebut menimbulkan rasa kecewa. Tapi dengan berpikir positif kita bisa meminimalisir rasa kecewa tadi. Coba beranikan diri untuk berkomunikasi dengan orang yang "membuat" kita kecewa tadi dan berikan beberapa masukan dan saran, terlepas dia mau menerima atau tidak. Yang pasti kita coba berpikir kontributif terhadap orang lain, meskipun hal ini sangat sulit untuk dilakukan. Coba tawarkan solusi dan teruslah berharap dan berusaha agar harapan kita dan orang lain sama-sama menjadi kenyataan. Dalam hal ini kita sudah produktif karena sama-sama menginginkan hal terbaik tidak hanya bagi diri sendiri tapi bagi orang lain juga. Jangan mau puas dengankeinginan kita sementara ada yang bersedih dan kecewa dengan keberhasilan kita. Jangan bersenang-senang di atas penderitaan orang lain.
Anggap saja orang berlaku melenceng dari perbuatannya yang biasa, kita coba mengerti dan berpikir positif akan tindakan orang tersebut yang mungkin juga sedang dilanda sebuah masalah. Meskipun akibat tindakan orang tersebut menimbulkan rasa kecewa. Tapi dengan berpikir positif kita bisa meminimalisir rasa kecewa tadi. Coba beranikan diri untuk berkomunikasi dengan orang yang "membuat" kita kecewa tadi dan berikan beberapa masukan dan saran, terlepas dia mau menerima atau tidak. Yang pasti kita coba berpikir kontributif terhadap orang lain, meskipun hal ini sangat sulit untuk dilakukan. Coba tawarkan solusi dan teruslah berharap dan berusaha agar harapan kita dan orang lain sama-sama menjadi kenyataan. Dalam hal ini kita sudah produktif karena sama-sama menginginkan hal terbaik tidak hanya bagi diri sendiri tapi bagi orang lain juga. Jangan mau puas dengankeinginan kita sementara ada yang bersedih dan kecewa dengan keberhasilan kita. Jangan bersenang-senang di atas penderitaan orang lain.
Perasaan kecewa harus dikelola dengan baik sehingga menjadi pijakan motivasi baru bagi kita untuk harapan yang baru. Kuncinya adalah pada penguasaan diri untuk berpikir positif, kontributif dan produktif. Kegagalan yang menimbulkan rasa kecewa bukanlah akhir dari segalanya, tapi jadikan sebagai awal yang baru untuk melangkah menuju kesuksesan.
0 komentar:
Posting Komentar