Lulus tepat "pada" waktunya
Kisah 1.
Mahasiswa itu pun memberanikan diri masuk ke ruangan Kaprodi tersebut dengan detak jantung dan tekanan darah yang tidak menentu. "Selamat siang pak..". Karena wajahnya sudah familiar sama dosen tersebut, maka sang dosen hanya menjawab singkat. "Yang bisa kamu lakukan cuma 2 hal, pertama kamu segera mengurus surat pindah ke Un***d atau kamu di do dari ITB. Silahkan anda pilih!!"
Kisah 2.
Sang mahasiswa kembali untuk ke sekian kalinya menghadap koordinator sidang yang juga seorang dosen, karena sidang setahun sebelumnya dia dinyatakan tidak lulus. Agak telat memang, karena batas waktu sidang hanya seminggu lagi. Namun dia sebelumnya sudah pernah sidang dan tidak terlalu banyak tugas revisisi draft atau coding yang banyak menghabiskan waktu tersebut, jd bisa juga dibilang tidak telat:p. Walau tiga wisuda sebelumnya dia di tolak, namun dengan sisa keberanian yang ada dia berusaha menghadap juga". Pak saya mohon diberi kesempatan sidang untuk wisuda semester ini". Sama dengan kasus 1 diatas karena sudah familiar, setelah ber"kotbah" kemudian ditutup dengan pertanyaan "Kapan masa studi kamu berkahir?" Jawab mahasiswa "Nanti pak bulan Oktober 2010".
"ya sudah, kamu santai aja dulu, nanti bulan Oktober kamu sidang, toh masih ada waktu 1,5 tahun kan?"Tutup sang dosen sambil meninggalkan mahasiswa.
Banyak kisah-kisah di ITB seperti diatas yang akhirnya tidak menguntungkan kedua belah pihak. Keduanya malah dirugikan baik mahasiswa maupun institusi. Tidak sedikit pendidik di Indonesia yang berperan sebagai hitler di dunia pendidikan. Hanya segelintir orang yang bisa dikategorikan sebagai motivator sejati.
Proses salah menyalahkan menurut saya tidak terlalu tepat dilakukan di dunia pendidikan. Apalagi menyangkut masalah studi seseorang. Bila berkaitan dengan attitude mahasiswanya mungkin kita bisa menghukumnya dengan peraturan yang berlaku. Komisi disiplin yang dibentuk sebaiknya diterapkan juga kepada pendidik yang berbuat salah. Kesalahan yang mengakibatkan kasus2 seperti diatas harus kita akui sebagian besar karena mahasiswa, namun ada porsi keterlibatan dosen di dalamnya. Jadi mereka sebagai pendidik harus bertanggung jawab.
Apa sebenarnya tanggung jawab mereka bila berhadapan dengan kondisi ekstrim tersebut? Sebenarnya sederhana. Bagaimana mereka bisa membangkitkan semangat mahasiswa tersebut untuk kembali meneruskan perjuangannya. Bila memang masih ada waktu, beri kesempatan dan selalu motivasi, bakar semangatnya. Misal bila masa studinya berakhir bulan Oktober, beri kesempatan untuk SP, jangan dihalang-halangi.
Saya mendapat cerita seorang teman yang kuliah di Jatinangor sana tentang dosennya yang sangat baik, yang rela menjadi teman, menjadi ayah dan sekaligus menjadi guru yang baik. Si teman ini sudah kuliah (hampir) 7 tahun, tp karena keaktivisannya (dan juga malas:D) ia belum juga selesai penelitian. Ketika sudah meneliti dan hasilnya selalu gagal, akrena ulat sutranya tidak bereproduksi, akhirnya di menyerah dan lebih memilih jd "artis" di luar kampus. Sang dosen tetap sabar dalam mengingatkan mahasiswanya. Dia hanya mengirimkan email dan sms yang kira-kira bunyinya sebagai berikut:"Mas kalau lagi tidak sibuk, saya selalu menunggu mas di kantor saya, mohon berkenan menemui saya. Terimakasih".
Untuk kasus kedua diatas, saya menemukan dosen yang sangat bijaksana karena mahasiswa tersebut sudah sempat menyerah dan tidak mendaftar lagi ke kampus. Sang dosen juga melakukan tugasnya dengan sangat baik yang membangkitkan semangat dan gairah mahasiswa tersebut untuk kembali ke kampus. Beliau menghubungi dengan sms sebagai berikut "Pagi Tollop (bukan nama sebenarnya), btw masih kmu simpan gak draft TA kamu yang dulu. Kalau bisa mohon pelajari lagi yah dan tolong diprint untuk diberikan ke dosen penguji, kamu akan segera sidang kembali. Mohon dipahami ulang. terimakasih.Salam sy Baluab (bukan nama sebenarnya jg)". Merka memberikan motivasi yang baik, bahasa yang tidak menekan dan memberi beban. Sebab ada juga dosen yang sifatnya memaksa seperti "Kamu masih mau lulus gak??" Ini tipe orang yang tidak tahu bagimana mendidik. Barangkali jam terbangnya masih sedikit sehingga sangat banyak tipe2 seperti ini di negeri ini.
Dengan adanya kesempatan dan pendidik yang berhati mulia seperti contoh diatas tentu akan membuat mahasiswa semangat untuk menyelesaikan tugasnya. Ini akan mengurangi tingkat mahasiswa yang putus di tengah jalan. Namun dengan sangat diharapkan agar ketika kita mahasiswa menggunakan kesempatan dengan sebik mungkin dan mengikuti kurikulum yang ada seoptimal mungkin, sehingga jauh dari kondisi lulus tepat pada waktunya. Alangkah indahnya bila seangkatan lulus tepat waktu dan tidak ada yang lulus tepat pada waktunya:p
Kisah 2.
Sang mahasiswa kembali untuk ke sekian kalinya menghadap koordinator sidang yang juga seorang dosen, karena sidang setahun sebelumnya dia dinyatakan tidak lulus. Agak telat memang, karena batas waktu sidang hanya seminggu lagi. Namun dia sebelumnya sudah pernah sidang dan tidak terlalu banyak tugas revisisi draft atau coding yang banyak menghabiskan waktu tersebut, jd bisa juga dibilang tidak telat:p. Walau tiga wisuda sebelumnya dia di tolak, namun dengan sisa keberanian yang ada dia berusaha menghadap juga". Pak saya mohon diberi kesempatan sidang untuk wisuda semester ini". Sama dengan kasus 1 diatas karena sudah familiar, setelah ber"kotbah" kemudian ditutup dengan pertanyaan "Kapan masa studi kamu berkahir?" Jawab mahasiswa "Nanti pak bulan Oktober 2010".
"ya sudah, kamu santai aja dulu, nanti bulan Oktober kamu sidang, toh masih ada waktu 1,5 tahun kan?"Tutup sang dosen sambil meninggalkan mahasiswa.
Banyak kisah-kisah di ITB seperti diatas yang akhirnya tidak menguntungkan kedua belah pihak. Keduanya malah dirugikan baik mahasiswa maupun institusi. Tidak sedikit pendidik di Indonesia yang berperan sebagai hitler di dunia pendidikan. Hanya segelintir orang yang bisa dikategorikan sebagai motivator sejati.
Proses salah menyalahkan menurut saya tidak terlalu tepat dilakukan di dunia pendidikan. Apalagi menyangkut masalah studi seseorang. Bila berkaitan dengan attitude mahasiswanya mungkin kita bisa menghukumnya dengan peraturan yang berlaku. Komisi disiplin yang dibentuk sebaiknya diterapkan juga kepada pendidik yang berbuat salah. Kesalahan yang mengakibatkan kasus2 seperti diatas harus kita akui sebagian besar karena mahasiswa, namun ada porsi keterlibatan dosen di dalamnya. Jadi mereka sebagai pendidik harus bertanggung jawab.
Apa sebenarnya tanggung jawab mereka bila berhadapan dengan kondisi ekstrim tersebut? Sebenarnya sederhana. Bagaimana mereka bisa membangkitkan semangat mahasiswa tersebut untuk kembali meneruskan perjuangannya. Bila memang masih ada waktu, beri kesempatan dan selalu motivasi, bakar semangatnya. Misal bila masa studinya berakhir bulan Oktober, beri kesempatan untuk SP, jangan dihalang-halangi.
Saya mendapat cerita seorang teman yang kuliah di Jatinangor sana tentang dosennya yang sangat baik, yang rela menjadi teman, menjadi ayah dan sekaligus menjadi guru yang baik. Si teman ini sudah kuliah (hampir) 7 tahun, tp karena keaktivisannya (dan juga malas:D) ia belum juga selesai penelitian. Ketika sudah meneliti dan hasilnya selalu gagal, akrena ulat sutranya tidak bereproduksi, akhirnya di menyerah dan lebih memilih jd "artis" di luar kampus. Sang dosen tetap sabar dalam mengingatkan mahasiswanya. Dia hanya mengirimkan email dan sms yang kira-kira bunyinya sebagai berikut:"Mas kalau lagi tidak sibuk, saya selalu menunggu mas di kantor saya, mohon berkenan menemui saya. Terimakasih".
Untuk kasus kedua diatas, saya menemukan dosen yang sangat bijaksana karena mahasiswa tersebut sudah sempat menyerah dan tidak mendaftar lagi ke kampus. Sang dosen juga melakukan tugasnya dengan sangat baik yang membangkitkan semangat dan gairah mahasiswa tersebut untuk kembali ke kampus. Beliau menghubungi dengan sms sebagai berikut "Pagi Tollop (bukan nama sebenarnya), btw masih kmu simpan gak draft TA kamu yang dulu. Kalau bisa mohon pelajari lagi yah dan tolong diprint untuk diberikan ke dosen penguji, kamu akan segera sidang kembali. Mohon dipahami ulang. terimakasih.Salam sy Baluab (bukan nama sebenarnya jg)". Merka memberikan motivasi yang baik, bahasa yang tidak menekan dan memberi beban. Sebab ada juga dosen yang sifatnya memaksa seperti "Kamu masih mau lulus gak??" Ini tipe orang yang tidak tahu bagimana mendidik. Barangkali jam terbangnya masih sedikit sehingga sangat banyak tipe2 seperti ini di negeri ini.
Dengan adanya kesempatan dan pendidik yang berhati mulia seperti contoh diatas tentu akan membuat mahasiswa semangat untuk menyelesaikan tugasnya. Ini akan mengurangi tingkat mahasiswa yang putus di tengah jalan. Namun dengan sangat diharapkan agar ketika kita mahasiswa menggunakan kesempatan dengan sebik mungkin dan mengikuti kurikulum yang ada seoptimal mungkin, sehingga jauh dari kondisi lulus tepat pada waktunya. Alangkah indahnya bila seangkatan lulus tepat waktu dan tidak ada yang lulus tepat pada waktunya:p
0 komentar:
Posting Komentar