Sabtu, 13 Februari 2010

Kembali ke Agraris


Wilayah Nusantara (red:Indonesia) sejak dahulu kala dikenal dengan pertaniannya. Hal ini karena wilayah nusantara ini didukung oleh tanah yang subur dan iklim yang sangat bersahabat. Konon juga, salah satu yang menyababkan bangsa lain "datang" dan kemudian menjajah nusantara ini adalah karena pertaniannya. Mereka dengan mudah mendapatkan rempah - rempah di nusantara ini.

Di jaman prasejarah, sistem hidup dengan bercocok tanam atau pertanian merupakan perilaku hidup manusia yang masih bisa kita temukan dan paling banyak dilakoni oleh manusia sekarang. Sistem kehidupan dengan bertani lebih baik daripada hidup manusia purba dengan berpindah - pindah (nomaden) dan dengan hidup berburu.

Seiring waktu sistem pertanian pelan tapi pasti mulai ditinggalkan oleh manusia, ditandai dengan revolusi industri di negara Eropa seperti Perancis dan Inggris pada abad ke 17. Hal ini didukung dengan kemajuan teknologi kala itu. Banyak ilmuan menemukan mesin - mesin industri dan mengubah perilaku masyarakat dunia kala itu. Disinilah dimulai perang dan penjajahan antar bangsa bahkan antar benua.

Untuk bangsa Indonesia sendiri, jaman orde baru bangsa ini adalah negara agraris. Salah satu prestasi membanggakan bangsa ini kala itu adalah dengan swasembada beras sekitar akhir tahun 1980an. Banyak program transmigrasi dilakukan ke daerah - daerah di luar Jawa untuk mengurus lahan pertanian. Pertanian maju dengan pesat, namun ironisnya tidak disertai dengan kesejahteraan dan kelayakan hidup para petani. Tahun - tahun berikutnya pembangunan sangat gencar dilakukan, sehingga terjadi pergeseran kehidupan dari pertanian ke wilayah industri.

Urbanisasi besar-besaran pun terjadi. Alhasil saat ini pertanian dan lahan pertanian mulai menurun. Industri yang ada ternyata tidak serta merta membuat masyarakat sejahtera, namun justru menambah banyak masalah yang demikian kompleks. Banyak lahan pertanian beralih fungsi menjadi perumahan, tempat pabrik dan sebagainya. Kelaparan dan gizi buruk menjadi hal yang sering kita dengar di masa sekarang. Hal yang sangat ironis, dimana begitu mudahnya padi tumbuh, sayuran dan buah yang ada sepanjang tahun, budidaya ikan yang tidak begitu sulit, namun kehidupan masyarakatnya kelaparan dan menderita gizi buruk. Seperti anak ayam yang mati dilumbung padi, demikianlah kondisi masyarakat kita.

Bila kita kebetulan lewat cipularang ataupun lewat jalan tol ke arah Sumedang, maka dikiri kanan sangat mudah ditemukan refungsi lahan pertanian dari sawah menjadi perumahan. Di Sumatra Utara khusunya, sawah yang dulunya produktif dipinggir jalan - jalan besar, banyak yang dialihkan menjadi kuburan nan megah. Mengapa kuburan tersebut tudak dibuat di perbukitan saja? Sebab bila didekat jalan maka hasil pertanian tersebut akan mudah diangkut untuk dipasarkan.

Lahan pertanian, terutama sawah semakin hari luasnya berkurang. Saya kadang tak habis pikir, apa yang akan dimakan oleh manusia nantinya bila setiap saat sawah diubah menjadi perumahan. Apakah manusia Indonesia sudah berlatih untuk memakan batu? Beberapa waktu lalu dikatakan kementrian pertanian bahwa 1/4 kabupaten dari 460an kabupaten/kotamadya yang ada di Indonesia kekurangan stok beras. Ya, berarti ada sekitar 120an daerah (kab/kota) yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya akan beras. Hal ini mungkin akibat kemajuan industri tadi yang tidak diikuti bagaimana upaya mensejahterakan kehidupan petani. Sepanjang yang kita ketahui belum ada petani yang sejahtera, keculai petani sawit di Sumatra sana.

Sebaiknya pemerintah mulai memperhatikan kehidupan para petani di nusantara ini. Stop segala peralihan lahan pertanian menjadi perumahan. Bila tidak suatu saat nanti kelaparan akan meluas dan multiflier effect yang ditimbulkan akan lebih banyak. Biarlah desa-desa dan pinggiran kota kembali hijau dengan sawah - sawah pertanian. Saya juga lebih yakin bahwa masyarakat kita sudah sangat mahir dan ampu dalam dunia pertanian.

1 komentar:

Anonim 17 Februari 2010 pukul 10.27  

setuju. Negara kita sebaiknya bukan buat pesawat, tapi hidupkan lagi teknologi agraris

  © Blogger template 'Perfection' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP