Senin, 09 Februari 2009

Kesukuan dan Nasionalime orang Tapanuli

Setelah tiga minggu tidak beribadah di HKBP, kemaren sore saya kembali ibadah di sana. Saya kembali bertemu dengan saudara - saudara sesuku walau yang ikut ibadah disini bukan hanya orang batak saja. Jadwal ibadah kemaren - kemaren sih di GKI Pasteur bersama abang - abang dan kakak. Sebenarnya menarik juga ibadah di Pasteur ini dengan iringan musik kolintang dengan lagu - lagu pujian dari kidung jemaat menambah keheningan dan kekhusukan ibadah. Mungkin inilah yang membedakan GKI Pasteur dengan GKI MY, GKI Taman Cibunut, GKI Gardujati dan GKI yang dekat Maranata (Jl Surya Sumantri, lupa namanya). Walau masih ada beberapa GKI yang belum saya kunjungi, namun GKI Pasteur jauh lebih tertib, suasana kekeluargaan yang kental. Terbukti seusai ibadah ada beberapa penatua yang mengajak kami berkenalan dan berbincang - bincang. Mungkin karena disini juga terdapat Panti Asuhan anak.

Teman - teman cabang beberapa tahun belakangan sempat ikut melayani di anti Asuhan Putri ini dan sekarang sudah tidak ada kabar lagi. Gereja ini sungguh menjadi garam dan terang, programnya langsung menyentuh ke masyarakat. Salah satu contohnya adalah dengan menganjurkan masyarakat membawa samah palstik ke Gereja yang kabarnya akan dijual untuk menambah biaya anak2 Panti. Program yang sangat bermanfaat, disamping mambantu mengurangi sampah, juga bisa untuk aksi sosial. Yaa, mungkin gereja - gereja lain punya cara tersendiri untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap sekitar dan saya yakin masih punya andil untuk masyarakat.

Sebenarnya ibadah di tempat lain kurang begitu saya sukai. Seperti hanya mengikuti persekutuan biasa saja. Berbeda dengan ibadah di HKBP yang rasanya seperti beribadah bersama keluarga. Mungkin karena selama hidup sudah ikut ibadah di gereja yang satu ini. Walau terkenal dengan orang - orang yang keras. Seperti tulisan Jansen Sinamo terkait tudingan orang terhadap orang batak yang suka dengan kekerasan akibat demo anarkis di DPRDSU awal bulan ini. Pada tahun 80-an masyarakat kita disuguhi dengan film - film Rambo yang identik dengan kekerasan dan mencerminkan kehidupan pemberontakan. Saat yang bersamaan juga Rinto Harahap banyak membuat tembang - tembang kasih yang meluluhkan hati banyak orang termasuk orang batak sehingga dengan mendengar lagu Rinto Harahap maka hati yang mendengarnya akan menjadi lembut dan penuh kasih sayang. Inilah yang memunculkan istilah bahwa orang batak bermuka Rambo berhati Rinto. Dari luar tampak keras namun sebenarnya berhati lembut dan baik.

Namun khusus di kota Bandung wajah orang batak mungkin sudah tidak seram lagi. Barangkali orang yang bukan kelahiran Medan dan sekitarnya sudah tidak kelihatan seperti orang batak. Walu suara masih keras - keras, namun khusus yang lahir dan besar di Bandung memliki fisik yang lumayanlah:p. Mungkin ini karena anak2 batak yang ada di Bandung sudah tidak mengenal dodak lagi:D. Dodak adalah sejenis makanan ternak.

Namun yang pasti dan harus dicontoh adalah kegigihan etnis Tapanuli untuk bertahan hidup kemanapun mereka merantau. Mereka bisa membangun gereja - gereja kesukuan ditanah mereka merantau.Hal positif lainnya adalah bahwa orang batak wajib menyekolahkan anaknya samapai perguruan tinggi, sehingga banyak putra batak yang ikut andil dalam pembangunan bansa ini. Mereka juga sangat menjungjung tinggi rasa ke-indonesiaannya. Hal ini terbukti dengan hampir tidak adanya aksi separatisme yang hendak berpisah dari kesatuan NKRI. Loyalitas orang batak terhadap bangsa Indonesia sangat baik. Semoga anggapan negatif akibat kerusuhan di DPRDSU terhadap orang batak tidak akan meluas dan hanya merupakan tindkan anrkis oknum yang kebetulan orang batak.

0 komentar:

  © Blogger template 'Perfection' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP